Monthly Archives: December 2018

Ribuan Purnama Mencari Perawatan Kulit Terbaik

Buat kamu yang punya kulit indah, bagus dan cerah, mungkin hidup terasa lebih mudah karena nyaris tidak ada kesulitan berarti untuk meluangkan waktu merawat wajah. Buat saya, perjuangan ngurusin yang namanya kulit wajah adalah hampir seluruh hidup. Iya, kulit saya kusam, pori pori besar, berminyak, warna kulit tidak merata dan mudah berjerawat. 

Saya ingat pertama kali merasakan wajah yg ‘bermasalah’ yaitu saat kelas 6 SD. Dahi saya bruntusan dan tidak hilang hanya dengan sekedar mencuci muka pakai sabun. Perjuangan berikutnya datang saat haid pertama kali. Wajah saya tetiba berjerawat di dahi dan disekitar pipi. Ditambah saat itu haid saya tidak lancar. Mamah ngajakin ke dokter kandungan dan juga ke dokter kulit. Oleh dokter kandungan, saya diberi obat (lupa lagi namanya) untuk memperlancar haid yang setelahnya saya merasakan nyeri hebat setiap haid datang. Setelah itu kami ke dokter kulit di Jalan Veteran. Dokternya udah senior, spesialis pulak. Beliau bilang, “Jerawat itu biasa kok buat perempuan. Yang penting kamu jangan stress dan harus tetap percaya diri ya.” Kata kata yang sangat powerful bagi remaja kayak saya dulu. Memang betul, saat itu saya betul betul gak pede. Saat teman teman cewek saya mulai dandan dan pakai kosmetik ringan, saya gak ikutan. Saat temen temen pada punya pacar, saya jomblo, sampe sekarang.. loh.. 😂😂😂

Lanjut ke masa SMA awal, jerawat hampir gak pernah absen nangkring di wajah. Ukurannya besar, merah, perih dan ada nanahnya. Tempatnya selalu beda beda, suka suka dia aja gitu mau nemplok dimana. Kadang deket bibir, kadang deket idung, kadang di tengah tengah pipi, gede banget, dan sampe sekarang masih ada bekasnya. 🙁

Di masa SMA ini saya mulai kenalan dengan krim yang diklaim dapat menghilangkan jerawat dengan cepat. Belakangan baru tahu bahwa krim itu kandungan logam beratnya sangat besar dan akan merusak organ tubuh lainnya jika digunakan secara permanen. Saya menggunakan krim itu cukup lama, sampai kuliah tingkat akhir tapi belang betong. Jika saya absen lama pakai krim itu muka saya langsung kering dan bruntusan sewajah wajah. Saya panik dan akhirnya selalu balik lagi ke krim itu. Saya dulu gak ngerti sama urusan skin care dan mungkin gak care juga sih sama sekali sehingga membawa saya ke keadaan kulit saya saat ini.

Tahun 2008 – 2009 temen kakak saya yang dokter kulit sedang eksperimen bikin skin care utk wajah berjerawat, saya jadi salah satu pencobanya. Saat itu positif thinking aja, bismillah semoga ini bisa membawa saya ke arah yg lebih baik. Saya nurut akan cara pakai dari rangkaian skin care itu. Sebulan pertama breakout parah! Jerawat gede gede dan merah bernanah muncul di seluruh wajah. Saya tapi tetap pede, karena hal ini sudah diinformasikan sebelumnya. Saya harus pakai terus sampai habis. Bulan kedua kondisi kulit semakin membaik dan tekstur semakin halus. Wajah saya pun tak berminyak lagi padahal seharian ribet di kantor. Saya optimis ini akan jadi pencarian terakhir saya. Ternyata, sang dokter harus sekolah lagi ke luar kota sehingga tidak sempat untuk membuat rangkaian skin care tersebut. Saya patah hati, ditinggal pas lagi sayang sayangnya 🙁 akhirnya, saya kembali lagi ke krim krim kecantikan gak jelas.

Perjalanan on off pakai krim krim gak jelas itu berakhir di tahun 2012. Saya udah capek ketergantungan, saya ingin “merdeka”. Alhamdulillah saat itu saya dapat rezeki untuk berangkat umroh di bulan Mei. Di Tanah Suci, sebaiknya tidak menggunakan kosmetik berlebihan dan sederet larangan lainnya. Saya pun bertekad, gak akan bawa krim krim yang bikin ribet itu, saya hanya mau pakai pelembab olive oil saja yg kita tahu berlimpah jumlahnya di Arab Saudi. Walaupun olive oil pertama yang saya aplikasikan ke wajah bawa dari Indonesia.

Saat itu media sosial lagi seru serunya, internet sudah mulai stabil di akses dari mana mana. Saya pun mendapatkan cukup informasi bahwa khasiat olive oil bagi kulit itu cukup banyak. Saya berdoa dalam hati, “Ya Allah, saya udah capek sama yang namanya gonta ganti krim wajah, sekarang terima aja deh apapun yang Allah kasih.” Dan salah satu titipan doa dari seorang bocah anak bubos bernama Nares pun mengkonfirmasi doa saya. Dia nulis gini :

Sweetest “titipan doa” that i ever had

Nangis haru banget pas baca ini. Saya peluk Nares sambil bisikin, Aamiiin Nares, makasih banyak ya :’). 

Di Tanah Suci saya betul betul hanya menggunakan olive oil sebagai pelembab wajah. Dan, alhamdulillah ini jerawat satu persatu kempes dan menghilang dari wajah saya. Efek sampingnya jerawat memang hilang namun wajah saya jadi amat sangat berminyak dan pori pori semakin besar dan nyata terlihat. Ya gak apa apa, toh doanya kan biar jerawatnya gak numbuh lagi. Dan itu yang dikabulkan oleh Allah. 

And the rest is history. Saya memang udah gak pake lagi krim jahat itu, saya beralih ke krim yang dijual bebas aja tapi tentunya terdaftar di BPOM supaya ngerasa aman. Iya, saya gak punya budget sebesar itu untuk konsultasi ke dokter secara rutin. Capek. Gak terhitung berapa banyak merk yang saya coba agar kulit saya bisa sedikit saja lebih baik dari sebelumnya.

Sampai saat ini pun saya masih berjuang untuk perbaikan yang sedikit saja itu. Bedanya, saya sekarang sudah menerima total akan kondisi kulit yang memang sudah takdirnya seperti ini. Serunya, saya jadi semakin eksplor pengetahuan soal istilah istilah yang dipakai oleh beauty influencers dan juga mulai sedikit sedikit mengaplikasikannya. Ilmu gak ada manfaatnya kalo gak digunakan bukan?

So readers, tetaplah penasaran tapi tetap menerima kondisi kulit kamu apa adanya ya.  Karena gak ada hal yang lebih membahagiakan daripada bersyukur atas ciptaan Yang Maha Kuasa. Kalo kamu punya pengalaman lebih seru, please share!

Trip Taman Nasional Komodo 2 Hari 1 Malam, Hari Kedua

Hai! Sudah baca postingan sebelumnya? Belum? Baca dulu di sini ya. Saya kasih foto semalam ditemani bulan sabit dan 2 kapal lainnya.

Pemandangan malam itu

Sang Kapten bertanya, “Mba, besok mau jalan jam berapa?” Saya teruskan pertanyaan itu ke para bule bule, mereka bilang, “Dewi, saya jam 6 aja udah bangun kok!” Shiaapp gengs. Oiya, saya lupa kasih tips ke pembaca semua. Jika berniat akan menginap di kapal, masukin list untuk bawa jaket dan selimut tipis ya. Angin laut saat itu kencang dan dingin banget!

Jam 5 subuh, langit sudah terang. Saya baru ngeh bahwa kami ternyata menginap di salah satu teluk di Pulau Komodo. Kami satu persatu terbangun dan salah satu kapal yang menginap bareng kami sudah berangkat duluan entah kemana. Kami lalu bersiap siap untuk petualangan berikutnya, ke Pulau Padar, Manta Point dan Pulau Kenawa.

Sarapan pagi yang disediakan oleh kru kapal berupa roti goreng dengan selai. Tambah teh manis rasanya lebih nikmat, apalagi di kapal. Hehe. Kami lalu ngalor ngidul ngobrol soal pengalaman tidur semalam di kapal. Tidur ditemani langit penuh bintang sungguh langka bukan? Selesai sarapan, para bule pindah ke deck atas lagi untuk menikmati pemandangan pagi hari yang menyegarkan. Langit agak mendung saat itu, tapi sinar matahari sangat indah terlihat di balik awan.

Menikmati suasana pagi

Matahari di balik awan

“Mba, liat tuh, ada lumba lumba!” seru sang kapten. Lamunan saya langsung buyar dan bergegas ke salah satu sisi kapal untuk melihat lumba lumba. Iiiiiiih, banyaaaak! Mereka loncat loncat di pinggir dan depan kapal kami. Ya ampun merebes mili lagi. Terakhir kali liat lumba lumba langsung di habitatnya beberapa tahun lalu bersama beberapa teman di Teluk Kiluan, Lampung. Kami harus naik kapal jukung dan berlayar jauh untuk ketemu lumba lumba. Kali ini saya gak sempet ambil kamera buat mengabadikan momen. Ya sudah, setidaknya itu nyata.

“Mba, tuh Pulau Padarnya. Nanti mba mendaki sampai puncaknya. Kuat gak?” Tanya kru kapal. Saya menoleh, Pulau Padar keliatan sama aja dengan pulau lainnya kok ya. Cakepnya di sebelah mana? Pikir saya. Ah tapi sudahlah, pasti dari atas bakalan keliatan indahnya. “Siap mas! Kemarin aja saya mendaki di Rinca kuat kok!” Jawab saya sambil nyengir. Krunya cuman mesem mesem aja. Lalu kapal berhenti sebelum kami sampai dermaga. Saya langsung mengerti, kami harus naik “taksi” lagi dan bayar 20K untuk sampai ke Pulau Padar. “Lagi surut nih, mba.” Kata sang kapten. Baiiik! Semuanya nenteng sepatu karena takut kebasahan di pantai. Kami berdelapan naik kapal kecil yang disebut “taksi” tersebut sampai ke bibir pantai.

Kami disambut oleh seorang bapak petugas Taman Nasional yang duduk di belakang meja. “Ok guys, you have to pay 190K each. Your yesterday ticket not valid this day.” kata bapaknya. Para bule paham lalu mengeluarkan uang. “Mba, guide-nya ya?” kata bapaknya. Saya senyum, “Bukan pak, saya juga sama, turis kayak mereka.” Bapaknya ngangguk ngangguk, “Kalo gitu mba bayar 50K aja, biar biaya parkir kapal yang bayar bule bulenya.” Saya iyain aja, dalam hati, gantian deh ntar “taksi” kami semua saya yang bayarin aja. Gak enak kan walau para bulenya gak ngerti apa yang diomongin oleh kami. Okeh, here we go, hiking di Pulau Padar!

Photo point pertama Pulau Padar

Tangga yang harus kami lalui untuk mencapai photo point kedua

Jalurnya mengerikan gak sih?

Tangga lagi dan lagi

Hey, it’s me!

Oke, inti dari perjalanan menuju pemandangan indah ini adalah rajinlah berolahraga atau kamu akan ngerasa dikit lagi jantungnya copot setelah melihat tangga tangga ‘mengerikan’ di foto tadi. Hahaha.. Apa sih yang gak butuh perjuangan saat ini? Bahkan ketemu pemandangan cakep aja usahanya harus keras banget lho.

Saya gak sanggup untuk naik ke puncak terakhir karena alasan si jantung mau copot ini. Kata bule bule itu, gak terlalu sepadan antara usaha dengan pemandangan untuk naik sampe atas. Titik paling indah untuk indah untuk lihat pemandangan adalah di tempat saya di foto barusan. Setelah puas foto foto, saya dan bule bule cewek turun bareng menuju kapal. Di jalan kami mengobrol panjang lebar. Bahas mulai dari bahasa sampai makanan dan gak berasa tau tau udah sampai pantai lagi. Ternyata di pantai udah ada si cowok cowok bule nungguin kami. Gak pake nunggu, kamipun langsung menuju kapal untuk lanjut ke Manta Point.

Ngapain di Manta Point?

Ya ketemu Manta lah. Manta itu apa? Orang Indonesia menyebutnya ikan pari. Pernah nonton film Finding Nemo gak? Manta itu si Ray pengasuh sekaligus pengajar anak anak ikan di coral reef barengan Nemo. Yg guede item kayak layang layang itu lho.

Ini dia Mr. Ray di film Finding Nemo

Di perjalanan menuju Manta Point, kami melihat penyu 2 ekor. Penyunya parkir aja gitu warna cokelat melayang layang di air. Kirain bantal ngapung, taunya penyu.

Manta Ray!

Di titik pertama kami tiba, hanya ada 1 manta yg seliweran. Nyebur jadi berasa sia sia.. haha.. Lalu, kapten kapal mengajak kami untuk menuju titik berikutnya, dan napas saya tercekat, mantanya banyak banget. Ya Allah seneng banget liatnya. Saya sampe bikin banyak video untuk mendokumentasikannya. Kaki kepanasan bodo amat yang penting seneng ketemu Manta. Norak ya? Sang kapten bilang, “Mba, ini rezekinya mba loh, mantanya banyak banget. Biasanya kami hanya nemu 2 ekor, itupun susah stengah mati nyarinya..”. Whoaaa!

Pencari Manta Ray

Dan, ketika kami memutuskan untuk pulang, di ujung jalan kapal sebelah teriak teriak gak jelas, “Weeeell… dats weeeell..” Saya tanya ke kapten, “Apaan tuh?” Beliau jawab, “Paus, mbaaaa..” Ooooh, maksudnya whale. Yhaaa gile, dapet bonus paus! Sang kaptennya sama senengnya sama saya karena beliau jarang jarang ketemu paus juga ternyata.

Kesimpulannya, kami dapet banyak rezeki ketemu hewan hewan yang biasanya susah ditemui. Entah betul atau cuman akal akalan ranger dan kaptennya aja biar ceritanya seru dan kami jadi seneng. Tapi saya ya beneran seneng sih. Kalo misalkan saya batalin tiket ini, entah kapan saya bisa meliburkan diri untuk ke Labuan Bajo lagi. Kalo saya batalin tiket ini dan ganti tanggal, saya belum tentu bisa seberuntung kemarin ketemu banyak hewan yg katanya susah banget ditemui.

Sehabis makan siang dengan menu yang sama persis dengan kemarin kami berangkat ke tempat selanjutnya. Tujuan terakhir Pulau Kenawa ternyata gak terlalu bikin kami seneng. Karena buat saya, pulau dengan pemandangan kayak gitu udah beberapa kali saya lihat di Karimun Jawa dan Kepulauan Seribu. Dan, di Pulau Kenawa ternyata kami harus bayar tiket masuk. Para bule melirik saya sambil bilang, “Again?”

Pulau Kenawa

Dermaga Pulau Kenawa

Selesai nyebur nyebur bentar di pulau ini kami pun memutuskan untuk pulang ke Labuan Bajo. Di arah kami pulang, awan mendung bergelayut seperti siap hujan dan ditumpahkan sekaligus. Dalam beberapa saat, hujan pun turun dan kami sama sama “terjebak” di deck bawah sambil disuguhi pisang goreng. Bule Spanyol penasaran sama cara buatnya. Buat dia, ini pisang goreng terenak. Dia gak tau aja di abang penjual gorengan deket rumah saya bisa lebih enak lagi.

Kapal pun merapat di pelabuhan Labuan Bajo yang masih diguyur hujan rintik rintik sekitar pukul 4 sore. Kami pun berpisah dengan ucapan selamat tinggal dan sampai jumpa lagi. Saya berjalan kaki menuju hotel untuk mandi dan beristirahat. Besok saya harus pulang dan kembali ke dunia nyata tempat di mana waktu berjalan lebih cepat.

Selanjutnya, liburan kemana lagi yha?